Beberapa hari yang lalu, sebuah postingan muncul di linimasa “Aneh ya, kita kadang justru merasa lebih nyaman di tempat asing dimana tak ada satupun yang mengenal kita. Tanpa penghakiman, tanpa ekspektasi, kita bisa menjadi diri sendiri tanpa memikirkan pandangan siapa pun.”

Kalimat sederhana itu seketika menghentikan arus yang terasa cepat, memaksa siapa saja untuk berhenti sejenak, membaca, dan bercermin. Kolom komentar postingan tersebut seolah membuka pintu kesadaran kolektif. Ada rasa nyaman yang ditemukan justru pada lingkungan yang sama sekali tidak mengenal identitas. Pikiran ini sering diabaikan, padahal efek emosionalnya justru jauh lebih kuat lho, Smart Listeners!

Fenomena ini sesungguhnya cukup universal. Barangkali Smart Listeners, juga pernah merasakannya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manusia cenderung lebih nyaman mengungkapkan isi hati kepada orang yang tidak memiliki koneksi langsung dengan kehidupan pribadi mereka. Orang asing ibarat selembar kertas kosong. Mereka tidak membawa jejak masa lalu, cerita tentang siapa kita, dan tidak pula menyusun ekspektasi. Mereka menawarkan ruang—satu hal yang sering terlewat dalam hidup yang terasa penuh dan sesak.

Foto Orang Tua dan Anak Muda yang bercengkrama dengan hangat. Sumber Pinterest @filipefrazao

Percakapan singkat dengan orang asing memungkinkan kita bernapas lebih lega dari biasanya. Tidak ada tuntutan untuk tampil sempurna atau terikat dengan latar belakang identitas yang panjang. Karena orang asing tidak memiliki konteks apapun, respons singkat seperti “Oh, begitu?” justru terasa lebih melegakan daripada nasihat panjang yang tulus dari orang terdekat.

Intinya adalah konsep no history, no judgement (tanpa riwayat, tanpa penghakiman). Efeknya, identitas sosial kita seolah tertutup ketika berinteraksi dengan orang asing. Tidak ada peran yang harus kita mainkan—bukan anak pertama, bukan mahasiswa, bukan teman yang harus selalu terlihat kuat. Kita hanya manusia biasa yang kebetulan sedang membutuhkan ruang untuk didengar di tengah dunia yang bising.

Beban terbesar saat berbicara dengan orang terdekat adalah beban peran (the burden of role). Kita seringkali terjebak dalam ekspektasi bahwa kita harus terlihat sukses di depan orang tua, selalu ceria di depan teman, atau stabil di depan pasangan. Ketika kita mengungkapkan kerentanan, kita khawatir hal itu akan merusak citra yang telah kita bangun selama bertahun-tahun. Anonimitas, menawarkan pelepasan identitas sementara. Kita bisa meletakkan sejenak “topeng” peran tersebut dan hanya menjadi manusia yang sedang merasa lelah, bingung, atau sedih. Tidak ada resiko konsekuensi jangka panjang bagi citra sosial kita.

Fenomena ini juga sering terjadi di Ruang Ketiga (The Third Place). Selain rumah (Ruang Pertama) dan kampus (Ruang Kedua) yang penuh tuntutan, manusia membutuhkan ruang netral. Kedai kopi, taman kota, atau bahkan bangku di pinggir jalan menjadi suaka fasilitas interaksi sosial yang ringan dan tidak mengikat. Di tempat-tempat inilah, kita mendapatkan validasi sederhana dari orang asing. Mereka tidak peduli dengan IPK atau posisi jabatan kita. Mereka hanya merespons kemanusiaan kita. Kehangatan ini kemudian menciptakan efek afterglow—perasaan hangat yang bertahan lama setelah interaksi selesai.

Seorang gadis yang bersantai di taman. Sumber Pinteres @creativemarket

Satu kalimat sederhana dari barista di kedai kopi atau candaan ringan dari seorang driver ojek online bisa mengubah ritme emosi seseorang sepanjang hari. Interaksi singkat ini juga berfungsi sebagai microdose (peringan) hubungan sosial. Interaksi ini tidak intens, tidak mengikat, tetapi cukup untuk mengingatkan bahwa manusia saling terhubung dalam cara-cara kecil. Sering kali, satu senyum atau satu kalimat ramah sudah cukup membuat hidup terasa lebih masuk akal.

Untuk memanfaatkan kekuatan anonimitas ini, kita harus melakukannya secara sadar. Ini bukan pelarian, melainkan alat untuk mengecek kondisi diri. Cobalah luangkan waktu 15 menit, duduk di bangku taman tanpa handphone, dan biarkan dunia mengalir di sekitar Smart Listeners. Sesekali, mulailah percakapan kecil dengan kasir atau rekan satu meja di kedai kopi. Gunakan momen itu untuk mengeluarkan sedikit beban pikiran tanpa khawatir akan jejaknya. Ini adalah latihan untuk menjadi diri sendiri di lingkungan yang aman, sebelum kembali mengenakan peran kita di tengah orang-orang terdekat.

Mungkin alasan terbesar mengapa percakapan semacam ini begitu menenangkan adalah ketiadaan ekspektasi lanjutan setelahnya. Tidak ada pesan yang harus dibalas, tidak ada citra diri yang harus dijaga. Rasa nyaman datang dari anonimitas—dari fakta bahwa kita bisa meletakkan sedikit beban tanpa harus memikirkan jejak emosionalnya.

Pada akhirnya, momen-momen kecil dengan orang asing ini mengingatkan kita bahwa manusia tidak selalu membutuhkan solusi besar atau nasihat kompleks. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah didengar. Sering kali, orang asing menjadi tempat paling aman untuk itu.

Penulis: Agus Ninja Nurul Chikam

Editor: Efraim Ryan Revangga Pakpahan

6 Desember 2025

Written by:

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *