Rasanya tagline #ReuniDiBioskop adalah ‘jualan’ yang tidak menipu. Miles Films menghadirkan getaran 90s yang kental hampir sepanjang 2 jam penayangan film. Bebas adalah adaptasi dari Sunny (2011), disutradarai Riri Riza dengan duet skenario apik Mira Lesmana featuring Gina S Noer. Sebelumnya film Sunny meraih kesuksesan dengan menjadi Box Office di Korea Selatan. Ini menjadi sebab saya tadinya enggan menonton Bebas, karena nantinya hanya melahirkan komparasi yang tidak membuat saya menikmati film ini.
Bagian awal film dimulai dengan pertemuan Kris dan Vina sepasang sahabat yang telah menua di sebuah rumah sakit. Kris yang mudanya pemimpin Geng Bebas menjadi rapuh dengan vonis 2 bulan tersisa. Merasa umurnya tak lagi panjang, dia ingin bersenang-senang dengan seluruh teman gengnya dan memberi ‘mandat’ pada Vina untuk mengumpulkan kembali teman-temannya. Cerita berjalan dengan lika-liku menemui semua gengnya secara utuh, lalu dibarengi adegan flashback tentang masa-masa indah masa remaja mereka.
Perbedaan mendasar yang terlihat dengan film Sunny adalah penambahan karakter pria pada anggota geng tersebut. Karakter Jojo yang dimainkan Baskara Mahendra ketika muda digambarkan selayaknya anak cowok yang gemar main dengan anak-anak perempuan. Bermulut lemes, seru, dan sentimental. Ketika dewasa, peran tersebut dilanjutkan oleh Baim Wong. Vina dewasa (Marsha Timoty) terkejut ketika pertama kali mendapati sahabatnya berubah menjadi pemimpin perusahaan yang berkharisma. Namun ternyata Jojo tidak berubah, hanya terperangkap dalam ‘pengaturan’ ayahnya.
Rasanya tagline #ReuniDiBioskop adalah ‘jualan’ yang tidak menipu. Miles Films menghadirkan getaran 90s yang kental hampir sepanjang 2 jam penayangan film. Bebas adalah adaptasi dari Sunny (2011), disutradarai Riri Riza dengan duet skenario apik Mira Lesmana featuring Gina S Noer. Sebelumnya film Sunny meraih kesuksesan dengan menjadi Box Office di Korea Selatan. Ini menjadi sebab saya tadinya enggan menonton Bebas, karena nantinya hanya melahirkan komparasi yang tidak membuat saya menikmati film ini.
Bagian awal film dimulai dengan pertemuan Kris dan Vina sepasang sahabat yang telah menua di sebuah rumah sakit. Kris yang mudanya pemimpin Geng Bebas menjadi rapuh dengan vonis 2 bulan tersisa. Merasa umurnya tak lagi panjang, dia ingin bersenang-senang dengan seluruh teman gengnya dan memberi ‘mandat’ pada Vina untuk mengumpulkan kembali teman-temannya. Cerita berjalan dengan lika-liku menemui semua gengnya secara utuh, lalu dibarengi adegan flashback tentang masa-masa indah masa remaja mereka.
Perbedaan mendasar yang terlihat dengan film Sunny adalah penambahan karakter pria pada anggota geng tersebut. Karakter Jojo yang dimainkan Baskara Mahendra ketika muda digambarkan selayaknya anak cowok yang gemar main dengan anak-anak perempuan. Bermulut lemes, seru, dan sentimental. Ketika dewasa, peran tersebut dilanjutkan oleh Baim Wong. Vina dewasa (Marsha Timoty) terkejut ketika pertama kali mendapati sahabatnya berubah menjadi pemimpin perusahaan yang berkharisma. Namun ternyata Jojo tidak berubah, hanya terperangkap dalam ‘pengaturan’ ayahnya.
Beranjak dari Jojo, tak ada perbedaan mencolok lain dengan Sunny. Film ini sama-sama menyenangkan. Nostalgia keseruan masa muda dengan soundtrack Bebas oleh Iwa K yang dinyanyikan ulang Sheryl. Dua tokoh yang mencuri perhatian adalah Kris muda (Sheryl) yang girlcrush banget. Gambaran perempuan tangguh. Kayanya jika Kris muncul, cocok dengan backsound I Don’t Need A Man atau lagu-lagu sejenis itu. Ah, pokoknya Kris keren banget! Saya dibuat jatuh cinta di kursi bioskop detik itu juga oleh peran Kris.
Tokoh lainnya yang membuat saya gregetan kenapa scene-nya hanya sedikit adalah Lila, ketua geng Baby Girls. Lila yang diperankan Amanda Rawles yang biasanya mendapat pemeran utama yang dikasihani penonton, kini tampil memukau sebagai antagonis yang keren dengan style anak gaul 90an. Gaya rambutnya dengan karet Jepang berwarna-warni, sudah bikin saya merasa berada di tahun-tahun itu.
Biasanya film remake terkesan dipaksakan, seperti Love You Love You Not ataupun Sweet 20, namun Bebas alamiah seperti cerita orisinil karena disesuaikan latarnya dengan kondisi Indonesia. Kakak Vina yang diperankan Bisma, mahasiswa idealis dengan pemikiran gerakan rakyat. Rasanya relate sekali dengan kondisi rezim pada saat itu. Mahasiswa banyak turun ke jalan untuk mengkritisi pemerintah. Film Bebas secara akurat membawa isu berat tersebut dalam kesenangan nostalgia remaja 90an.
Plot cerita yang sama, tapi tak mengurangi keseruan dari Bebas. Meskipun saya mengetahui jalan cerita selanjutnya, sama sekali tidak mengganggu alur yang dibangun Bebas. Dialog bahasa gaul remaja 90an, barang-barang jadul seperti radio, telepon, hingga pakaian yang sepertinya cari di ‘thrift shop’ membuat saya jatuh cinta banget dengan film ini. Bebas seperti hadiah mesin waktu untuk saya yang lahir di tahun reformasi 98. Usai menonton film ini, berandai-andai saya terlempar menjadi teman Kris dan ikut tawuran bersama Baby Girls. Oh ya, nyaris terlupa, ada scene roman dalam film ini. Meskipun tidak terlalu penting buat saya, tapi kisah cinta di masa lalu tidak pernah gagal membangun romantisme.
Film ini sangat menyenangkan ditonton. Gambar yang memanjakan mata, hingga dialog dan soundtrack yang membawa nostalgia. Saya menutup review ini dengan satu adegan favorit saya: tawuran Bebas vs Baby Girls, lari-larian di mall dan baku hantam di jalan. Terbaik! (Sosa)