Warmindo (Warung Makan Indomie) atau yang lebih akrab disebut dengan Burjo merupakan warung makan yang menjual berbagai macam makanan dengan harga yang ramah dengan kantong mahasiswa. Bagaimana tidak, menu yang disediakan umumnya berkisar dari 2.000 hingga 12.000 saja! Sangat murah bukan?
Tetapi jangan salah. Walau dengan harga yang murah, makanan yang disajikan ternyata sangat enak dan terdapat banyak varian menu makanan ataupun minuman. Beberapa menu diantaranya seperti nasi telur orak-arik, nasi telur balado, magelangan dan masih banyak lagi. Warung makan sederhana ini bisa menyelamatkan mahasiswa ataupun para pekerja untuk tanggal-tanggal kritis lho.
Warung burjo yang mudah dijumpai di Jogja dan Semarang ini sekaligus warung sahabat mahasiswa/mahasiswi dan backpacker ini pertama kali dicetuskan oleh seorang lurah dari Kuningan bernama Salim Saca Sacana. Ide pembukaan Warung Burjo ini muncul saat usia Indonesia masih belia, yakni baru merdeka 2 tahun kala itu. Sebagai negara yang baru saja merdeka, Indonesia mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi, dan juga makin diperparah dengan perseturan antara Indonesia dan Belanda yang belum juga kunjung usai.
Akibatnya, kebutuhan pokok meningkat tajam, rupiah terjatuh. Dalam keadaan pelik tersebut membuat rakyat Indonesia berada di posisi sulit. Mereka harus bertindak kreatif dan melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup.
Kondisi ekonomi yang serba sulit terjadi di seluruh pelosok Indonesia, tidak membuat warga Jawa Barat khususnya daerah Kuningan tak serta merta diam. Sosok yang melakukan usaha perubahan ialah Rurah Salim Saca (Lurah dalam bahasa Sunda).
Keterampilan membuat Bubur dari Kacang Hijau yang dimiliki Rurah Salim, adalah cikal bakal dari usaha warung burjo yang kelak akan didirikan. Ia bahkan mengklaim sebagai orang pertama yang membuat bubur kacang ijo (burjo).
Pada awal berjualan burjo, Salim hanya sekadar melakukan uji coba. Burjo hasil racikan Rurah Salim ini disebarkan secara cuma-cuma kepada orang-orang di lingkungannya. Bahan yang digunakan pun sama seperti bubur kacang ijo yang kita kenal sekarang. Bedanya, dahulu bubur kacang ijo dimasak menggunakan Se’eng, yaitu wadah yang terbuat dari tembaga dan biasa digunakan untuk memasak nasi.
Ia pun mulai berjualan burjo dari pagi hingga siang dengan berkeliling. Rute yang ditempuh dimulai dari jalan Cigodeg-Kebumen, terminal bus (sekarang TamKot), depan Masjid Agung Kuningan, pasar lama, pertokoan Jalan Siliwangi, perempatan Jalan Citamba, dan berakhir mangkal di pasar tradisional yang berdekatan dengan ex.bioskop ciremai dan ex. Kantor Mapolres (sekarang jalan Langlang Buana).
Beberapa tahun kemudian tepatnya pada 1950, Rurah Salim Saca berjualan Burjo di kota Kuningan dengan membuka warung sederhana. Setelahnya, banyak orang berinisiatif untuk mengikuti jejak Rurah Salim sebelum akhirnya disebarkan oleh warga Kuningan ke kota-kota lain di Indonesia seperti Jogja, Semarang, Jakarta, Solo, dan banyak lainnya.
Semakin waktu berjalan kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap makanan-makanan yang murah dan enak semakin bertambah. Warmindo mulai melakukan langkah-langkah kreatif dalam membuat menu-menu baru yang enak tetapi tetap murah.